1

Tepat 3 tahun yang lalu. Tahun 2015.

"Ayah, ekal SMA pengen pesantren aja ya yah."
Aku yakin. Hati ku sudah mantap betul. Malam ini adalah keputusan terbesar ku sekaligus langkah baru yang ku ambil. Setelah berhari hari aku merenung untuk berfikir.. akhirnya hari itu sudah aku pastikan. Aku akan melanjutkan pendidikan SMA di pondok pesantren, entah lah pesantren macam apa.. pokoknya pesantren. titik.

Ayah hanya membalas dengan senyuman khasnya. Tak lama kemudian, aku kembali ke kamar. Lompat ke kasur. Dan tidur.

Tak ada yang mendorong ku untuk masuk pesantren. Tak ada. Yang aku inginkan hanya lah suatu 'tempat' nyaman dimana batin dan jiwa khusyu merasakan indahnya ibadah. Soal tak betah, jenuh, jadwal padat, air kurang, makan secukupnya, tak ada hp, tak bebas pergi?? Aku tak tau soal itu semua, belum tau. Setidaknya ada satu jawaban yang aku dapatkan dari ayah.. mengapa aku pesantren? Sabar, biarkan aku bercertia dari awal.

waktu itu semester 1 kelas 3 SMP. Saat dimana aku menjadi anak tunggal. Nyatanya hari demi hari membuat hidup semakin berubah. Entah lah menjadi bahagia atau pun sedih tergantung pada hati. Yang aku pikirkan, bersyukur sekali punya ayah seorang pedagang ikan. Setiap harinya bisa berada di rumah. Pagi siang malam aku bisa melihatnya, menyapanya, bercanda. Walaupun ada waktu waktu tertentu kami saling diam.. karena canggung atau pun karena suatu masalah pekerjaan ayah.

Suatu kesempatan aku pernah bertanya kepada ayah, kenapa ayah mau jadi pengusaha atau pedagang?
Kata ayah "Pedagang itu sunnah rasul, juga pekerjaan yang paling dekat sama Allah, ketika rugi kita bersabar dan pasrah minta kepada Allah, ketika untung kita bersyukur kepada Allah.".

Tak selamanya jalan itu lurus dan mudah. Hari demi hari jadwal kami tak terprediksi. Pagi siangnya ayah ada dirumah, sore hingga larut malam ayah pergi ke Muara Angke dan Muara Baru di Jakarta Utara untuk ke pelabuhan ikan. Ternyata disana pusat ikan nasional. Kalian tau kapan pelabuhan ikan ramai akan pembeli dan kapan para nelayan menurunkan semua tangkapannya?? tepat pukul 12 - 1 malam. Wajar saja ayah kadang pulang malam. Tak jarang mamah yang menemani ku di rumah, walaupun ada satu dua hari mamah pergi membantu ayah, ikut bersama ayah atau pun membantu dengan pekerjaan yang lain. Aku pun perlahan paham dan mengerti soal jadwal pergi ayah mamah. Hingga perlahan aku sadari ada hari hari aku melewati malam sendiri. Ya walaupun tak setiap hari ayah pergi sampai larut malam.

Setiap pulang sekolah aku sengaja pulang paling akhir, entah karena bermain, bercanda atau pun hanya berbincang bincang bersama teman-teman. Tetapi mungkin lebih tepatnya karena rumah ku sangat dekat dengan sekolah, hanya dengan berjalan 5 menit pun sudah sampai tujuan. Meskipun mamah meminta aku untuk tidak membawa hp ke sekolah tapi tetap saja terkadang aku sengaja membawanya. Setiap pulang aku memeriksa hp agar tau kabar dari mamah, kalau mamah atau ayah ga pergi.. aku pulang, kalau mamah ayah pergi.. aku akan menghabiskan waktu disekolah entah melakukan apa pun itu sampai adzan maghrib berkumandang dan terkadang terus sampai sholat isya berjamaah aku laksanakan di masjid sekolah.

Satu tahun terakhir menghadapi Ujian Nasional, sekolah kami selalu mendorong kami agar terbiasa shaum senin kamis. Kebetulan mamah juga membiasakan anak-anaknya shaum senin kamis sejak kami masih duduk di bangku SD. Waktu-waktu berbuka puasa memang hal yang aku tunggu, selain karena rasa lapar dan dahaga itu menghilang tetapi juga karena waktu itu akan ku habiskan besama mamah atau mungkin lebih tepatnya menghabiskan makanan mamah sepuasnya. Dan ketika mamah sedang tidak dirumah, aku tak ada semangat untuk pulang, terkadang berbuka di depan mini market  dekat sekolah adalah pilihan yang tepat.

Diam.. melihat jalanan, mobil, motor, dan setiap manusia yang beraktifitas diujung waktu mentari tenggelam. Mendengar lantunan adzan... dan kembali menuju sekolah, lanjut menuju masjid.

Cemol berperan penting di hidup ku saat itu. Siapa cemol? Kucing ku saat itu hehe. Campuran persia dan himalaya yang dikasih dari teman kakak ku. Kadang aku curhat ke dia meskipun bukan dengan berbicara tetapi dengan tatapan mata lelah ku. Dan kadang kalau kumat kita curhat melalui lemparan bantal, guling, hingga remote tv. Belom lagi kalo dia BAB sembarangan.

Malam demi malam berganti, aku mengisinya dengan alunan melodi, bermain gitar, bernyanyi.. tak apa lah tak bagus yang penting terasa nyaman di hati. Waktu itu masa-masanya aku sangat hobi bermusik. Jika sedang tidak mood bermusik, maka seperti remaja lainnya aku suka chat sama teman-teman atau pun main bareng. Buat info kalian, dulu aku tidak aktif sosmed.. tidak bisa ig, snapgram, path dllnya. Mengapa? karena hp ku adalah BB curve gemini. Hanya bisa sebatas chat. Ya sebatas chat sudah cukup deh. Asalkan setia.. hpnya.

Hidup ku tak monoton seperti yang kalian kira, aku ikut banyak kegiatan seperti osis, futsal, band dan lainnya. Hal yang membuat hari ku semakin seru saat itu adalah ketika aku kumpul bersama teman-teman. Seperti apa teman dekat/sahabat menurut kalian? menurut ku, sederhana. Ketika kalian bersama, kalian lupa sejenak soal dunia masing masing, kalian tertawa bercengkrama dan waktu terasa begitu cepat berputar. Aku terus menikmati hari demi harinya. Kalau pagi siang aku menghabiskan waktu bersama ayah mamah, maka sore hari aku bisa berkumpul bersama teman teman.

Tapi ada hari hari tertentu yang membuat hari itu spesial. Kapan? Ketika salah satu kakak ku pulang. Kalau kakak Icam yang pulang dari Bandung, kita bakal seru seruan bareng, entah itu main, berantem, curhat, dan pernah juga dia ikut Java Jazz bersama teman-teman ku. Dia SMA di Bandung, jadi tidak terlalu sering untuk pulang ke Bekasi.

Kalo aa yang pulang? Ada sesuatu disana. Saat itu aa sedang bermain untuk diklat Persib. Kami biasa berjalan bersama ke masjid, bercerita. Aa paling tua dan dewasa diantara kami. Setiap pulang ada satu dua kali kami berdiskusi soal agama. Aa mengenalkan ku banyak hal soal dunia ini. Kami bertiga sama, masa-masa akhir  SMP adalah masanya kami berdiskusi tentang banyak hal, tentunya bersama ayah. Tapi saat itu aku baru berdiskusi bersama aa. Ketika selesai sholat maghrib aa melihat ku berdoa dengan siku masih bertumpu pada paha yang terlihat seperti malas malasan. Lalu ia bercerita pada ku, singkatnya ia bercerita soal salah satu jamaah di Bandung yang memiliki keterbatasan tangan dan kaki. Tidak seperti banyak manusia lainnya, ia sholat tidak bisa berdiri. Tetapi ada 1 hal penting yang menyentuh banyak orang melihatnya. Memang fisiknya terbatas, tapi tak membuat ia terbatas dalam meminta doa. Ketika berdoa ia mengangkat kedua tangannya, benar-benar terangkat seolah ada manusia disana yang akan memberikan sesuatu, sekali lagi dia benar-benar meminta, sungguh-sungguh dalam berdoa. Hingga tetesan air mata perlahan turun membasahi janggutnya.

Saat ini aku teringat hadist ini.
“Sesungguhnya Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika seorang lelaki mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya, lalu Ia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa”
(HR. Abu Daud 1488, At Tirmidzi 3556, di shahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ 2070)

Sejak saat itu, ketika berdoa aku selalu berusaha agar bersungguh-sungguh, mengangkat kedua tangan sampai siku ku terangkat. Ketika diperjalanan pulang, terkadang kita selalu membahas soal bintang diatas sana. Memandang indahnya langit malam. Pernah pula kami bertiga bersama ka Icam iseng. Selepas sholat subuh, kami menuju rumah lama kami yang terkenal angker. Seru? Iya, tapi tidak lagi.

Suatu hari ketika aa pulang, dia bilang "Ekal kan udah mau SMA, dan Ekal sekarang lagi punya waktu banyak sama ayah mamah, setiap hari ekal ketemu ayah mamah, nah manfaatin buat diskusi banyak sama ayah. Ayah punya banyak yang kita butuhkan. Aa malah pengen banget banyakin diskusi sama ayah tapi aa kan sekarang di Bandung paling juga cuma bisa teleponan itu pun kalau kita ada waktu."

..


"Laki laki emang gitu kal. Ketika masih kecil, kasih sayang dari sosok ibu sangat lah dibutuhkan dan ketika dewasa adalah masa-masanya kalian membutuhkan sosok ayah."

Berjalanannya waktu, aku mulai banyak diskusi dengan ayah. Topik diskusi ini tentu aku yang menentukan. Sederhana saja, aku bertanya satu dua hal yang benar-benar aku kepo-in dan ayah menjelaskan yang beliau tahu dengan detail. Topiknya pun beraneka ragam, seperti ISIS, palestina, tauhid, islam, Rasul, masalah ku disekolah dan banyak hal. Tapi ada satu topik dimana ayah akan meminta untuk aku berdiskusinya bersama mamah.
 "Kalo soal cewe.. ke mamah kamu aja yah." Kata ayah sambil tersenyum setengah tertawa. Hehe.

Perlahan setelah aku banyak diskusi dan membaca buku dari ayah, aku mengalami banyak perubahan dalam berfikir dan tentunya dalam memandang hidup ini.
"Anak anak ayah harus lebih baik dari ayah," katanya. Tapi saat itu kata kata ini membuat ku tidak yakin. Bagaimana aku bisa lebih baik dari ayah yang sudah sangat baik menurutku. Perlahan aku sadar, kami punya jalan masing masing dalam menjalani hidup ini. Kami punya jalan dakwah masing masing. Mamah ayah memberi kebebasan untuk cita-cita kami. Tugas mereka hanya mendorong kami, memotivasi, dan memberikan semangat kami untuk mencapai cita cita kami. Tapi satu hal yang terpenting, apa pun cita citanya ayah selalu mengajarkan kami bahwa Allah SWT tujuan utamanya. Ayah mengajarkan kami nilai nilai dasar islam yang tentunya selalu ayah ambil dari Al Quran dan hadist. Jika salah satu diantara kami ada yang berpendapat, pasti ayah selalu bertanya

"Dari mana? dari Al Quran bukan? Kalau bukan jangan berasumsi."

Ayah selalu menegaskan setiap hal yang kita dapatkan dan kita sampaikan selalu berlandaskan Al Quran dan hadist. Selalu. Ayah sangat tegas soal Al Quran dan hadist. Pastikan semua didasari oleh ilmu tidak hanya keinginan nafsu semata saja.

Di akhir tahun 2015 Ayah dan mamah mulai banyak diskusi soal dimana aku pesantren. Aku sendiri sih ga banyak mikir hehe, karena sudah ada satu sekolah yang aku targetkan. Itu pun ikut  ikut teman.

Bulan Februari mamah punya pertimbangan baru tentang pesantren mana yang akan aku daftar. Di awal bulan Februari, mamah mengajak aku dan ayah untuk menuju pesantren yang ingin mamah tunjukan yang tentunya sudah kami didiskusi kan. Niat awal kami hanyalah melihat suasana dan menanyakan banyak hal. Kami berangkat ke Bandung dan kami menuju Daarut Tauhiid. Siapa kah itu Aa Gym? Aku tak tau apa apa soal sekolah ini. Tepat di hari Sabtu kami menuju DT. Ternyata ada 2 program yang diajukan sekolah DT, yaitu 3 tahun sekolah biasa dan 4 tahun, 1 tahun tahfizh 3 tahun sekolah biasa. Jadi yang 4 tahun itu awal masuk menghafal dulu 1 tahun setelah itu baru sekolah, jadinya turun 1 kelas.

Program apa yang aku ambil? Semua terjadi begitu saja tanpa kendala. Tak terbayang aku mengambilnya, pilihan yang tak pernah terpikirkan oleh diri ku, bahkan keluarga ku.

Bersambung.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer