Survive
Kemarin aku buka QnA di Instagram tentang next topik blog, salah satu feedbacknya adalah "Survive di umur 20an utamanya yg baru lulus kuliah dan mulai masuk dunia kerja". Mari kita mulai dengan versi ku.
Aku akhirnya sepakat dengan diri sendiri, fase hidup yang paling berat bagi diri ku sendiri bukan lagi ketika pesantren, bukan lagi ketika ayah meninggal, bukan lagi ketika merantau ke Malang, bukan lagi tentang patah hati, bukan lagi ketika mengajar di panti sosial dengan warga sosial berstatus odgj, tetapi adalah ketika aku sudah lulus kuliah, menganggur, dan aku tidak tahu ingin menjadi apa di kehidupan yang hanya satu kali ini. Hari ke hari aku hanya menjalani rutinitas dan berakhir dengan pemandangan dinding kamar disetiap malamnya, dengan berbagai pikiran yang mulai sulit dikendalikan. Seperti istilah remaja kekinian, aku mulai 'kehilangan diri sendiri'. Quarter life crisis adalah istilah psikolog yang familiar digunakan banyak manusia, walau aku pribadi tidak menggunakan kalimat ini dalam diri ku. Meskipun begitu, masalah mental dan jati diri seseorang remaja yang serupa biasanya mirip karena realita dan keadaan yang juga sama.
Akhirnya segala opini ku mulai tergiring seperti banyak manusia pada umumnya, contohnya: realita tidak seindah mimpi saat masih kecil. Aku menjadi manusia lemah dengan mimpi yang terkubur perlahan. Aku mulai siap menjadi manusia biasa yang 'payah'.
Apa kah salah?
Salah, bagi ku.
Aku menyadari hal ini(insecure, tidak percaya diri, memperburuk diri sendiri, merasa payah dan lemah karena keadaan hidup) salah ketika mamah menceritakan masa kecil diri ku yang mungkin sudah diulang belasan kali. "Ekal inget ga? dulu waktu TK ekal pernah juara mewarnai, tapi ibu ibu peserta itu banyak yang protes loh!"
Perlahan aku mulai tertarik dengan pesan tersirat intro yang mamah gunakan. "Kok bisa mah?"
"Iya semua protes anaknya yang warnainnya bagus, gradasi, kok bisa kalah."
Mamah cerita akhirnya hasil karya anak-anak diperlihatkan, termasuk karya ku. Kalian tahu mengapa mereka protes dengan karya ku yang juara?
Ya, karena warna latar belakang yang aku gunakan adalah warna hitam, hitam gelap, dikala anak anak lain menggunakan latar belakang warna cerah dan gradasinya.
"Ekal tau jurinya bilang apa?"
"Ibu, ini adalah lomba mewarnai anak-anak, biarkan anak-anak berekspresi secara alami, mereka belum memahami sebagaimana orang dewasa melihat warna, anak ini juara karena dia berani berbeda memilih warna hitam dan terlihat ekspresi yang ingin disampaikannya."
Cerita ini seringkali mamah sampaikan, hingga akhirnya aku menyadari bahwa: aku adalah seseorang itu. Sejak kecil, aku adalah sesuatu. Jika aku mengikuti cara mewarnai anak pada umumnya pada saat itu, mungkin aku tidak akan juara, bahkan tidak menampilkan karya yang bagus untuk dilihat, karena aku tidak menjadi diri ku sendiri, aku tidak alami, jujur, dan apa adanya, aku ikut-ikutan.
Prinsip ini yang menurut ku harus diterapkan oleh banyak manusia yang merasakan hal yang sama, ketika menghadapi situasi hidup yang mengikis jati dan prinsip diri sendiri. Tetaplah menjadi 'kamu' sejak kecil itu. Terlihat berbeda sendiri bagi orang lain, belum tentu itu lah yang buruk, bisa jadi kamu adalah satu orang pembawa perubahan itu. Bisa jadi kamu adalah unik.
Apakah pemikiran ini cukup untuk membuat ku lebih baik lagi? belum.
Aku mulai membangun siapa diri ku lagi, setiap orang punya cara yang berbeda-beda, aku?
Deactived social media, dan fokus menjalani aktivitas yang berkualitas untuk diri sendiri.
Bagi ku, terlalu banyak mengonsumsi informasi yang bahkan untuk self-improvement itu sendiri bisa berdampak buruk ketika aku tidak mampu merealisasikan didunia nyata atau bahkan menerima pesannya yang justru keliru. Pelajaran tentang "Temukan dirimu didalam dirimu" dari ayah adalah nyata, kita sebenarnya sudah berpotensi hebat, hanya saja kita butuh pemantik untuk mengeluarkan kelebihan itu didalam sendiri. Aku mulai sadar aku butuh confidence dengan prinsip dan kepribadian diri sendiri di fase ini ketika aku melihat kakak ku.
Yes, cara melihat apakah kamu mampu menghadapi kehidupan ini melalui versi ku adalah lihat ayah mu, ibu mu, kakak mu. Jika mereka bisa, kenapa aku tidak? Darah ini sama.
Confidence ini mulai tumbuh, pertama ketika aku menyadari bahwa kakak pertama ku tidak kuliah, dan SMA paket C. Sejak kecil ia fokus hanya bermain bola, aku yakin tidak semua orang mampu bertahan di titik terendahnya, ketika dia memutuskan tidak kuliah, kemudian pembekuan PSSI, liga tidak berjalan, tidak ada klub bola yang rekrut, tidak dipanggil timnas, menjadi asisten agen, dan membantu ayah ku menjual tenggiri giling di pasar muara baru.
Confidence ini mulai tumbuh ketika kakak kedua ku belum lulus kuliah, kemudian memutuskan untuk resign dari auditor, meninggalkan ibukota dan merantau ke kudus membangun bisnis. Keputusan gila ini tidak mampu diperhitungkan oleh banyak remaja lainnya. Orang-orang tidak banyak melihat figur seperti ini karena mereka sangat nyaman bergerak 'dibalakang layar', tapi pencapaian orang-orang seperti ini adalah bukti nyata yang aku butuhkan, semua ceritanya membuat aku yakin: realita seindah mimpi saat masih kecil.
Confidence ini mulai tumbuh ketika aku mengetahui ayah belum lulus S1 tetapi menikahi mamah dengan tidak ada pekerjaan (gila, jangan diikuti). Setahun kemudian lulus pun skripsi dibantu mamah dan tidak tahu caranya buat CV. Kembali lagi, tapi ini ayah ku, ayah yang berbeda, setelah punya anak ayah ambil S2, lalu merantau keluar pulau untuk membangun bisnis.
Confidence ini mulai tumbuh, ketika aku mengetahui seorang wanita penyiar radio cantik terkenal asal Bandung dengan jurusan Hukum UNPAD(ibu ku jelas) dengan memenangkan nominasi penyiar pada masanya memilih menikah dan akad didalam ruang inap rumah sakit dengan seorang pria yang belum lulus kuliah dan belum bekerja. Kemudian ditolak dan berhenti menjadi penyiar ketika memutuskan menggunakan hijab dan memilih menjadi ibu rumah tangga saja. Hingga menemani 3 anak laki-laki seorang diri sejak 2017.
Confidence ini mulai tumbuh, apakah aku harus menjadi seperti mereka? tidak. Lihat track kehidupan kamu, sejak kamu kecil, tumbuh, kamu punya jalan yang berbeda, setiap masa menunjukan siapa diri kamu, hingga detik ini, apakah kamu akan menjadi diri kamu sendiri?
Cerita keluarga ku membuat aku confidence menjadi diri ku sendiri, menentukan jalan yang ingin aku pilih sendiri, sehingga realita memang seindah mimpi kecil ku dulu.
Aku sangat yakin, banyak cerita diluar sana yang belum mampu kita lihat sendiri. Aku yakin setiap kita memiliki potensi kehebatan yang unik yang dikirim dari Allah.
Aku yakin, jika kamu percaya bisa, kamu bisa.
Aku yakin berjalannya waktu, dunia akan mematahkan prinsip diri mu lagi dan lagi, tapi aku yakin, aku akan kembali bangkit dan bahkan sadar, memang Allah menciptakan aku dengan kekurangan, tapi Allah memberikan aku banyak kelebihan lainnya dan Ia bersama ku dan keluarga ku selalu.
Apakah ada yang mampu menghancurkan ku selain diri ku sendiri?
Confidence dengan diri sendiri ini dibutuhkan untuk manusia sejenis diri ku. Confidence bahkan bisa bahaya untuk mereka yang memang pede dengan jalan keburukannya. Pede dengan apa yang ingin kalian lakukan, miliki, dan hidup.
Ini cara ku, kamu bisa menggunakan cara mu sendiri.
aku akan bercermin, melihat diri ku, yang ku tanamkan adalah tidak akan ada yang datang menolong ku selain diri ku sendiri, walau hari ini, bulan ini, tahun ini, aku dipandang gagal oleh banyak manusia, setidaknya aku sendiri berhasil berdiri dan menarik diri ku dari putus ada, setidaknya aku telah hidup dengan berbaik sangka dan keyakinan sukses di masa yang akan datang.
Bagaimana dengan diri mu?
"jika kamu percaya bisa, kamu bisa"
BalasHapusnoted, kita juga butuh dorongan dari diri sendiri. mindset positif tentunya kita butuhkan disini.