Daun Melayu

    Entah harus menikmati berapa lama lagi, mungkin butuh rampung satu tahun?

    Rembulan memang selalu indah disetiap malamnya, tapi aku selalu memilih bersembunyi dibalik dinding-dinding kamar. Aku sengaja menutup jendela ku dengan tirainya. Gelapnya malam yang seharusnya indah dengan cahaya rembulan selalu menjadi redup dan gelap gulita. Memandangnya tidak seindah dulu, entah karena usia ku yang bertambah atau karena setiap masalah kehidupan dibaliknya. Lagu lama terulang kembali, sebagian laki-laki tidak memahami cara mengekspresikan rasa pada pahitnya kopi kehidupan, tapi tidak dengan aku. Rasa sakit dan ribuan pertanyaan yang belum terjamah menjadi suatu perasaan yang buntu. Nasihat kebaikan dan nasihat ayah akan selalu terulang. Tulis bagian mu, jika sedih, jenuh, dan sengsara, tulis lah. 

    Dahulu, aku bisa menikmati setiap rona dimalam harinya,  rembulan bersama para bintang, lampu-lampu kendaraaan, lampu rumah yang remang atau dengan warnanya yang kekuningan, akan tetapi tidak untuk sekarang. Lampu redup kamar ku adalah satu-satunya yang bisa ku nikmati, dia bewarna ungu cerah hampir mirip dengan putih. 

    Setiap kebaikan kata dari dirinya, wanita yang pernah ku cintai, menjadi kebohongan terbesar dimuka bumi ini. Setiap janji manis yang pernah diramunya, menjadi hidangan paling pahit yang pernah ku teguk. Setiap perbuatannya, menjadi penipuan terbesar. Benak ku, membenci mu, amat benci. 

    Intuisi hati dan nurani tak pernah serasi dengan akal. Aku membenci diri ku yang mencintai mu.  

  Tuhan, kali ini aku tidak akan lagi meremehkan perasaan. Tidak lagi menganggap rendah kata cinta dan hati yang terpaut olehnya. Menulis tentang cinta dan segala jenis ronanya tidak lagi menjadi kesan yang payah. 

    Wahai, saat engkau sedang dalam asmara, awan saja terlihat seperti bunga melati putih yang indah bukan?

    Namun, hari pun bisa mendadak menjadi kelam dan gelap dikala cinta tak lagi memiliki warna-warnanya. Maksud ku, ini tentang patah hati. 

    Entah berapa lama aku bungkam dan berbohong soal perasaan, pada akhirnya aku harus mengakui bahwa aku adalah manusia biasa. 

    Ingat? 

    Bahwa kita pernah menyiapkan canvas lukis yang bewarna putih bersih untuk kita isi dengan paduan rona yang kita inginkan. Aku ingin melukis langit, kamu ingin memperindah dengan warna yang unik, dominasi merah, dan sedikit ungu, itu senja bukan? 

    Betul kata mu, senja memiliki arti tersendiri. Namun, pada akhirnya kita berhenti ditengah jalan, ronanya belum rampung memenuhi canvasnya, langitnya masih belum seindah itu. Kamu pergi, dan... begitu pun diriku. Ternyata aku hanya lah bab pertengahan pada buku kehidupan mu. Dikala aku sedang menulis bab terakhir pada buku kehidupan ku. 


    Hampir disetiap sorenya aku melihat warna langit, memandang dan menyimpan dalam memori hp ku. Sedikit  membuat ku lebih tenteram walau hanya sendirian. Hingga pada akhirnya, aku memahami bahwa senja adalah bukan diri ku, ia sudah lama hadir didalam buku mu sebelum bab tentang diri ku telah kau tulis.


Komentar

Postingan Populer