Luka yang Tidak Diizinkan Untuk Sembuh
Dahulu, aku memandang kereta menjadi sebuah momentum kesedihan. Pertama kali aku harus pergi meninggalkan keluarga ku, aku menggunakan kereta. Perlahan menaiki anak tangga dan melaju. Melihat jadwal keberangkatan, nama kereta, dan kota tujuan. Setiap keberangkatannya, ada relung jiwa yang terasa hampa. Ada kerinduan yang terekam dan terenung secara tak sengaja. Satu tarikan dan hembusan nafas menjadi nada paksa akan penerimaan. Rasanya aku baru pergi tapi... menunggu hari untuk segera pulang kembali. Seandainya aku tahu, perasaan tentang hal ini harus aku ulang setiap hari. Kereta bukan lagi menjadi satu momentum kerinduan, melainkan hidup ku, hari-hari ku adalah momentumnya. Aku kembali menggunakan kereta, tapi semuanya berubah. Ayah ku tak lagi menunggu ku. Masing-masing anggota keluarga dan setiap manusia yang ku kenal telah menggapai takdirnya masing-masing. Aku hanya terdiam menatap takdir ku seorang diri... Aku tumbuh dewasa dan kereta menjadi alat kendara...